Berita

Nego Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Minta Rp 1 M Urus Harun Masiku: Iseng Aja

Mantan terpidana kasus suap penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Wahyu Setiawan menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO

Eks komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, mengakui sempat terjadi proses negosiasi dalam pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) Harun Masiku agar menjadi anggota DPR RI 2019–2024.

Wahyu menyebut, bahwa negosiasi dana operasional itu dilakukan bersama dengan eks komisioner Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina.

Hal itu disampaikannya saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4).

“Apakah ada terkait uang yang disiapkan untuk memuluskan pengurusan tersebut?” tanya jaksa kepada Wahyu, dalam persidangan, Kamis (17/4).

Suasana sidang pemeriksaan saksi terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

“Ada,” jawab Wahyu.

“Siapa yang menyampaikan?” cecar jaksa.

“Ibu Tio,” timpal Wahyu.

Jaksa kemudian mengkonfirmasi perihal uang tersebut berupa penawaran dari Tio atau permintaan dari Wahyu. Menurut Wahyu, dana operasional tersebut ditawarkan sendiri oleh Agustiani Tio. Wahyu berdalih tidak pernah meminta langsung ihwal dana tersebut.

“Bagaimana penyampaian Tio kepada Saudara?” tanya jaksa.

“Setahu saya, seingat saya, Bu Tio menyampaikan ada dana operasional untuk itu,” jawab Wahyu.

“Berapa yang disampaikan?” tanya jaksa.

“Saya lupa persisnya, Pak, karena saya hanya menerima Rp 150-an [juta],” ucap Wahyu.

“Apakah Rp 750 juta?” cecar jaksa.

“Saya tidak tahu persis tentang itu. Yang saya tahu persis adalah saya menerima Rp 150 [juta], Pak,” kata Wahyu.

Jaksa kemudian meminta Wahyu untuk mengingat ulang terkait dana operasional yang ditawarkan oleh Agustiani Tio. Namun, tak berselang lama, jaksa menampilkan bukti percakapan antara Wahyu dan Agustiani Tio.

Dalam bukti itu, jaksa mengungkapkan bahwa percakapan keduanya terjadi pada 5 Desember 2019 lalu.

“Ini ditanyakan yang atas ini Tio, yang biru ini Saudara. ‘Mas, ops-nya 750, cukup, Mas?’. Betul itu, ya?” tanya jaksa mengkonfirmasi pesan yang dikirimkan Agustiani Tio.

“Betul,” jawab Wahyu.

“Maksudnya tadi Rp 750 juta, ya?” tanya jaksa.

“Iya, mestinya begitu, Pak,” ujar Wahyu.

Jaksa kemudian mencecar terkait balasan chat yang dikirimkan Wahyu. Dalam chat itu, Wahyu merespons dengan ‘1.000’ yang diduga merujuk pada nominal Rp 1 miliar.

Jaksa KPK menampilkan chat Wahyu Setiawan dengan Agustiani Tio terkait negosiasi dana operasional pengurusan PAW Harun Masiku dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparanJaksa KPK menampilkan chat Wahyu Setiawan dengan Agustiani Tio terkait negosiasi dana operasional pengurusan PAW Harun Masiku dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Akan tetapi, Wahyu berdalih bahwa pesan ‘1.000’ itu dikirimkannya sekadar iseng saja.

“Kemudian, di situ Saudara merespons ‘1.000’, maksudnya apa 1.000?” tanya jaksa.

“Pak Penuntut Umum, apakah saya bisa menjelaskan tentang latar belakang ini? Saya iseng saja menulis 1.000, Mas. Karena sebelumnya saya sudah berdiskusi dengan Bu Tio bahwa itu [pengurusan PAW Masiku] enggak mungkin bisa dilaksanakan,” jawab Wahyu.

“Sebelumnya, saya sebelum WA ini saya sudah menyampaikan pada Bu Tio bahwa permohonan atau permintaan itu tidak mungkin dapat dilaksanakan,” jelas dia.

Mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio menghadiri pemeriksaan penyidik KPK terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang melibatkan buron politikus PDIP, Harun Masiku, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Jaksa kemudian melanjutkan membacakan respons dari Agustiani Tio. Saat itu, Tio menyampaikan penawaran yakni sebesar Rp 900 juta.

“Tapi, kan, ketika ditanya oleh Tio Rp 750 [juta], Saudara merespons 1.000? Berarti ada respons dari Saudara, kan? Kemudian, direspons lagi oleh Tio, ‘Mas, kata orangnya 900 bisa enggak?'” tanya jaksa.

“Betul, betul,” jawab Wahyu.

“Kan ada transaksionalnya?” cecar jaksa.

“Kalau itu betul,” kata Wahyu.

Jaksa lantas mencecar Wahyu ihwal kesepakatan terkait jumlah dana operasional pengurusan PAW Harun Masiku. Namun, Wahyu menegaskan tidak ada kesepakatan yang terjadi dengan Tio.

“Kemudian, Saudara sampaikan, ‘kita ngopi Mbak’. Saudara ini ketemu Tio. Dari transaksi ini, setelah Rp 750 [juta], [kemudian dinego] Rp 1 miliar, 1.000 ya, [lalu dinego] Rp 900 [juta], dealnya berapa untuk pengurusan itu, yang disepakati akhirnya berapa?” cecar jaksa.

“Tidak ada deal. Karena setelah ngopi, saya di situ menjelaskan bahwa ini tidak mungkin dapat dilaksanakan,” pungkas Wahyu.

Kasus Hasto

Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto berpose usai menjalani siang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/3/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Adapun dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.

Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.

Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.

Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.

Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.

Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

Leave A Comment

RSS
Follow by Email
LinkedIn
Share
WhatsApp
Copy link