Patah Hati Atlet Sepeda Palestina Gagal ke Paralimpiade Paris 2024
Pesepeda Palestina Alaa Al-Daly yang kehilangan kakinya akibat peluru yang ditembakkan oleh pasukan Israel di sepanjang perbatasan Gaza saat melakukan aksi protes, beristirahat di rumahnya di Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 19 April 2018. Foto: Said Khatib/AFP
Atlet sepeda Palestina, Alaa al-Daly, gagal bertanding di Paralimpiade Paris 2024. Sejak kehilangan kakinya akibat ditembak tentara sniper Israel, ia tak hilang asa untuk berkompetisi demi membawa nama Palestina di kancah internasional, tetapi kini harapannya pupus untuk mentas di Paralimpiade.
Alaa al-Daly sejatinya terlahir dengan dua kaki. Ia bahkan pernah hampir lolos ke Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Indonesia. Namun sekitar 6 bulan sebelum event di Jakarta dan Palembang itu digelar, pria asal Gaza itu ditembak tentara Israel.
Luka yang diterima Al-Daly sangat parah. Menurut pemaparan Al Jazeera, peluru itu menghancurkan tulang kaki kanan al-Daly sepanjang 22 sentimeter. Alhasil, kakinya itu harus diamputasi.
Akan tetapi, Al-Daly tetap tidak mau berhenti menjadi atlet. Ia lantas membentuk Gaza Sunbirds, sebuah tim balap sepeda yang terdiri dari para atlet yang kehilangan anggota tubuh mereka akibat serangan Israel.
Pesepeda Palestina Alaa Al-Daly yang kehilangan kakinya akibat peluru yang ditembakkan oleh pasukan Israel di sepanjang perbatasan Gaza saat melakukan aksi protes, beristirahat di rumahnya di Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 19 April 2018. Foto: Said Khatib/AFP
Gaza Sunbirds yang beranggotakan 20 orang telah menggunakan pengakuan internasional mereka untuk mengumpulkan sumbangan bagi korban perang. Dengan sepeda, mereka mengirimkan bantuan melalui jalan-jalan yang dipenuhi puing-puing.
Di tengah kehancuran Palestina akibat serangan membabi-buta tentara penjajah Israel, Alaa al-Daly tetap menyimpan mimpi. Ia sudah tidak bisa lagi tampil di Olimpiade, lantas Paralimpiade menjadi targetnya untuk mengharumkan nama Palestina.
Namun, jalan menuju Paralimpiade sangat terjal bagi Al-Daly jika dibandingkan atlet negara lain. Karena blokade Israel, ia melewatkan terlalu banyak kompetisi internasional.
Satu-satunya harapannya adalah mengajukan permohonan untuk slot bipartit. Itu adalah slot yang memberikan pengecualian kepada atlet atas dasar inklusivitas dan keberagaman, meskipun mereka mungkin tidak memenuhi standar kualifikasi.
Pesepeda Palestina Alaa Al-Daly yang kehilangan kakinya akibat peluru yang ditembakkan oleh pasukan Israel di sepanjang perbatasan Gaza saat melakukan aksi protes, beristirahat di rumahnya di Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 19 April 2018. Foto: Said Khatib/AFP
Namun, harapannya sirna. Komite Paralimpiade Internasional (IPC) menolak permohonan slot bipartit yang diajukan Al-Daly.
“Negara-negara lain telah berpartisipasi dan mengumpulkan poin selama dua tahun ini. Jadi, meskipun kami telah finis pertama [dalam perlombaan kualifikasi], kami tidak akan mendapatkan poin yang dibutuhkan,” ucap Al-Daly kepada Al Jazeera.
“Saya berharap dapat mewakili Palestina dan mengibarkan benderanya. Mereka seharusnya mempertimbangkan kondisi perang yang sedang terjadi dan menerima lamaran saya,” tambahnya.
Salah seorang ofisial IPC menjelaskan alasan penolakan itu. Intinya karena yang mendaftar slot itu sudah terlalu banyak dan ada atlet lain di kelas yang sama dengan waktu kualifikasi yang lebih kompetitif.
Al-Daly jelas bersedih dan frustrasi. Namun, pada Juni lalu, ia menyelesaikan dengan skor yang cukup tinggi di Kejuaraan Para-balap Asia di Kazakhstan untuk lolos ke Kejuaraan Dunia UCI Road dan Para-balap Road 2024 di Zurich, ajang para-balap terbesar kedua tahun ini.
“Pada bulan lalu, kami telah mengerjakan program pelatihan profesional menggunakan instrumen baru untuk membawa pelatihan kami ke tingkat berikutnya. Saya akhirnya merasakan kemajuan besar,” kata al-Daly.
“Sepeda adalah bagian dari diri saya. Itu adalah segalanya yang saya miliki,” tandasnya.