Berita

Utang Melejit hingga Ruang Fiskal Menyempit Jadi Tantangan Ekonomi Era Prabowo

com-Finmas, ilustrasi utang Foto: Shutterstock

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewariskan utang yang cukup besar kepada presiden terpilih Prabowo Subianto. Bahkan, di tahun pertama Prabowo harus mengalokasikan anggaran sekitar Rp 1.350 triliun untuk membayar utang.

Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, mengatakan utang pemerintah senilai Rp 8.502,69 triliun di akhir Juli 2024, telah memberikan tekanan berat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan berpotensi mengorbankan alokasi belanja sosial yang sangat dibutuhkan masyarakat.

“Besaran utang baru kini berkorelasi sangat kuat dengan jumlah cicilan pokok utang dan bunga utang,” kata Yusuf kepada kumparan, Minggu (25/8).

Yusuf mengatakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tercatat meningkat drastis dari waktu ke waktu. Pada era Presiden SBY, penerbitan SBN melonjak dari Rp 32,3 triliun pada 2004 menjadi Rp 439 triliun pada 2014.

Sementara itu di era Presiden Jokowi, penerbitan SBN semakin melambung mencapai Rp 922 triliun pada 2019 dan bahkan menembus Rp 1.541 triliun pada pandemi di 2020. Meskipun pasca pandemi penerbitan SBN mulai menurun, pada 2022 masih tercatat mencapai Rp 1.097 triliun.

“Hal ini berpotensi mendorong kita terjerumus, lebih dalam berutang lebih banyak atas nama pembangunan,” ungkap Yusuf.

Yusuf menyebut tumpukan utang yang menggunung menjadi beban berat Prabowo Subianto. Menurutnya, ruang fiskal yang tersedia bagi pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan dan kesejahteraan rakyat semakin terbatas.

Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden terpilih GIbran Rakabuming Raka, bertemu di Padepokan Garudayaksa, Sabtu (8/6/2024). Foto: Instagram/@prabowo

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga menyuarakan kekhawatirannya terhadap situasi utang yang menggunung.

Ia melihat program-program ambisius pemerintah ke depan, seperti makan siang gratis, pembangunan giant sea wall, hingga proyek IKN akan membutuhkan dana yang sangat besar. Dengan penerimaan perpajakan yang masih rendah, Nailul memprediksi utang akan menjadi sumber pendanaan utama untuk mewujudkan program-program tersebut.

Untuk mengatasi masalah tersebut, ia menyarankan agar pemerintah melakukan rasionalisasi program pembangunan.

“Rasionalisasi ini penting agar APBN lebih efisien dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat luas, bukan hanya sekadar memenuhi janji politik,” tegasnya.

Selain itu, peningkatan kinerja penerimaan perpajakan, khususnya dari kalangan super kaya, juga harus menjadi fokus utama.

Terpisah, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, meminta pemerintah fokus untuk mendorong program pembangunan untuk mendongkrak penerimaan APBN.

“Perolehan pendapatan negara juga bisa lebih tinggi dari yang ditargetkan, sehingga urgensi untuk penerbitan utang baru dapat ditekan atau diminimalisir,” kata Myrdal.

Myrdal memproyeksi, utang pemerintah dalam lima tahun ke depan berada di kisaran 42 persen terhadap PDB. “Proyeksi utang lima tahun kedepan, kami melihat masih akan berada dikisaran 42 persen dari PDB nasional, asalkan pemerintah mendatang konsisten menjaga defisit fiskal selalu di bawah 3 persen,” tegasnya.

Prabowo Subianto disebut bakal menarik utang baru senilai Rp 775,9 triliun di tahun 2025 untuk membiayai sejumlah program APBN. Hal ini tercantum dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.

Dalam buku tersebut, pembiayaan utang akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman senilai Rp 133,3 triliun dan penerbitan SBN senilai Rp 642,6 triliun.

Secara rinci, pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri senilai Rp 5,2 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp 128,1 triliun. Instrumen pinjaman akan lebih banyak dimanfaatkan untuk mendorong kegiatan atau proyek prioritas pemerintah.

Sementara itu, pembiayaan utang yang berasal dari SBN akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara.

Pemerintah mengatakan pengelolaan utang tahun depan diarahkan sebagai sarana untuk mendukung pengembangan pasar keuangan domestik. Pemerintah memandang utang tidak hanya sebagai instrumen untuk menutupi kebutuhan APBN, namun juga sebagai policy enabler untuk terciptanya pasar keuangan domestik yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien.

Berdasarkan catatan kumparan, total pembiayaan utang tahun depan melonjak hingga Rp 222,8 triliun dari outlook pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 553,1 triliun.

Leave A Comment

RSS
Follow by Email
LinkedIn
Share
WhatsApp
Copy link